Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Bagi teman-teman yang kurang bisa atau belum bisa masak (terutama para wanita), janganlah berkecil hati. Saya ingin berbagi cerita, terus terang dulu saya sama sekali tidak bisa masak. Urusan dapur semua dihandle oleh mama. Mau ikutan gimana, susah. Lha wong ratu di rumah ya mama dan tidak bisa ada lebih dari satu ratu di rumah. Otomatis di dapur yang berkuasa ya si ratu (buat lelaki mungkin kalau baca ini kurang mengerti maksudnya, ya ini memang antara wanita saja). Mama jagonya masak. Saya dulu melihat mama, wah banget deh pokoknya soalnya waktu itu saya belum bisa masak. Paling cuma bisa menggoreng telur, tahu, tempe dan memasak nasi/mie goreng. Sayur-sayuran saja belum bisa masaknya. Semua berubah sampai mendekati pernikahan saya.
Jadi ceritanya nih saya baru lulus kuliah tahun lalu, tepatnya bulan September 2015. Saya lulusan D3 di perguruan tinggi negeri khusus program vodkasi (diploma) di kota Malang. Alhamdulillah bulan depannya yakni Oktober, saya langsung dikithbah oleh seorang lelaki yang kini menjadi pacar halal saya. Secara alami perasaan ingin bisa memasak itu ada dengan sendirinya, padahal sebelumnya tidak ada sama sekali ketertarikan untuk memasak. Sekalipun diajari, hanya masuk ke telinga satu dan keluar lewat telinga satunya. Tapi setelah dikithbah, perasaan ingin bisa memasak dan menyuguhkan masakan terenak untuk suami itu kian memanggil!
Akhirnya saya berguru ke siapa lagi kalau bukan mama sendiri. Saya mencatat resep-resep masakan sehari-hari, seperti sayur-sayuran (sop, sayur bayam, sayur asem dll), lauk-laukan (dadar jagung, teri nasi goreng dll). Semua dimulai dari yang paling gampang, ya karena saya betul-betul tidak bisa memasak. Sayapun tidak pernah belanja di pasar atau 'wlijo' (tukang sayur), sehingga saya tidak tahu berapa harga sayur-sayuran, ikan/daging serta bumbu-bumbu masakan. Saya juga tidak tahu berapa takaran jika ingin membeli sesuatu (kiloan/ons/dsb). Contohnya jika ingin membeli wortel, minimal bolehnya beli berapa, ternyata 1/4 kg bisa. Sebelumnyapun saya tidak tahu mana yang laos, jahe, kunci, kunyit dan kencur. Betul-betul belajar dari nol! Alhamdulillah ada mama yang jago memasak. Jadi saya tidak malu bertanya kalau sama mama sendiri. Beruntunglah para wanita lajang yang sudah bisa memasak sebelum menikah. Kata mama, "Nanti ya bisa-bisa sendiri". Saya percaya kalimat itu. Bisa karena biasa. Saya hanya mencatat bahan-bahan dan langkah-langkah memasak sambil saya bayangkan di imajinasi saya. Saya jarang ikut praktek langsung, masih malas waktu itu. Saya pikir, ah pokoknya gampang lah yang penting sudah tahu bahan dan cara memasaknya.
Waktu walimatul ursy, bu Y (teman kajian yang mengkafani jenazah Ubay di cerita IUFD 3) bercerita, dulu awal-awal menikah suaminya selalu membanggakan masakan ibunya tapi lama-lama dia menjagokan masakan istrinya karena lidahnya sudah biasa dengan masakan istrinya. Itu benar. Awal-awal suami sering menyuruh saya berguru ke papanya karena papanya jago memasak, saya bilang kalau saya sudah berguru ke mama dan itu sudah cukup kok. Sekarang eh dia selalu bilang kalau masakan saya terbaik. Senin pagi dimasakin nasi goreng sama telur dadar, bilangnya terbaik. Siang dan malamnya dimasakin sayur asem dan oseng tahu tempe juga bilang terbaik. Selasa pagi dimasakin sayur sop dan tahu goreng juga bilang terbaik. Siang dan malamnya dimasakin semur ayam juga bilang terbaik. Alhamdulillah. Meskipun ada saat-saat dimana saya sendiri merasakan kalau masakan saya kurang sedap tapi suami masih dengan lahapnya menghabiskan makanannya (apa karena takut diomelin ya? (hehe), dia bilang kalau dia akan tetap memakan masakan saya karena saya sudah bersusah payah memasak. Ah terimakasih mas suami!
Intinya dalam memasak itu bumbu yang dipakai ya itu-itu saja, bawang putih, bawang merah, garam dan merica. Selebihnya disesuaikan dari apa yang mau kita masak. Kalau sudah dua, tiga kali memasak masakan yang sama nanti akan hafal dengan sendirinya untuk bahan dan langkah-langkah memasaknya. Jangan lupa cicipin dulu masakan kita, entah mungkin kurang asin atau manis. Atau kalau kita kurang yakin, minta tolong orang di sekitar untuk mencicipi karena bisa jadi menurut kita sudah pas tapi menurut orang lain masih kurang asin. Dari seringnya jam terbang kita dalam memasak, keahlian itu terasah dengan sendirinya. Kalau lama tidak memasak bisa lupa juga lho. Hal yang membuat para koki atau ibu-ibu senang saat melihat orang lain memakan masakannya, apalagi dengan lahap, apalagi kalau dihabiskan, apalagi kalau tambah (embuh). Rasanya seperti kita berguna buat orang lain. Membuat orang lain kenyang rasanya seperti sudah membuat orang itu senang. Kitapun ikut senang. Saya kadang malas makan masakan saya sendiri, meskipun kata orang lain enak banget. Melihat orang lain makan masakan saya saja, saya sudah merasa kenyang. Mama juga berkata demikian. Apakah koki-koki/ibu-ibu yang lain juga merasakan hal yang sama?
Ada satu lagi nih yang bikin saya tambah demen masak. Bumbu Bamboe! Tidak apa lah saya menyebut merk di sini. Jadi saya sering menggunakan bumbu Bamboe. Mama setiap kali masak rawon selalu menggunakan bumbu Bamboe rawon karena keluwek atau yang bikin kuahnya hitam pekat itu sulit dicari. Praktis pula. Kan tidak usah ngulek-ngulek bumbunya lagi. Saya jadi ikutan pakai Bamboe, awalnya juga Bamboe rawon, lalu ingin mencoba yang lainnya. Dan kenapa Bamboe, karena Bamboe adalah bumbu-bumbu alami yang dihaluskan TANPA tambahan pengawet atau penyedap. Kalau tidak percaya, lihat saja di komposisinya. Kalau merk lain, saya tidak jamin. Jadi bukan penyedapnya yang dicari, tapi cepatnya! Ya, saya tidak biasa memakai vetsin/penyedap tambahan. Jadi saya memakai bumbu Bamboe karena cari cepatnya, biar tidak usah mengupas-ngupas, memotong dan ngulek-ngulek karena bumbu Bamboe sama saja dengan bumbu alami biasanya, cuma sudah dihaluskan. Bamboe ini jika dibuka bungkusnya, di dalam akan ada bungkusnya lagi (ini bungkus yang sebenarnya). Bumbunya berupa bumbu halus yang sudah dimasak gitu (sepertinya), soalnya berminyak. Kalau bumbu lain kan berupa bubuk, tidak dengan Bamboe. Banyak pilihan bumbu Bamboe, seperti bumbu soto ayam/daging, opor, kare, bali, rendang, gulai, balado, asam manis dll. Warna bungkusnya putih tapi ada varian baru yang kemasan export, bungkusnya lebih bagus dan lebih mahal (menang gambar aja sih, isinya sama). Bumbu Bamboe ini sudah diekspor ke luar negeri lho. Kemasan putih ada yang besar dan kecil, yang besar harganya sekitar 4 ribuan, yang kecil sekitar 2500an. Kalau kemasan export harganya sekitar 6 ribuan. Sejauh ini saya sudah mencoba Bamboe rawon, opor, semur dan bali. Suami sangat suka! Yang terrrrbuaik (kata suami) yakni opor ayam saya yang menggunakan bumbu Bamboe. Tentu saja menggunakan ayam kampung. Saya 'gilo' kalau masakan ayam yang direbus-rebus kalau menggunakan ayam potong, wajib ayam kampung. Memang lebih mahal tapi ayamnya jelas tanpa suntikan. Baru kalau digoreng, tak apalah ayam potong tapi harus direbus dulu agar lemaknya terangkat dan air rebusannya dibuang. Menggunakan bumbu Bamboe ini mudah kok, tinggal tumis sebentar lalu tambahkan air matang/panas, masukkan bahan utama (daging/tahu/tempe/telur, tergantung apa yang mau kita masak), tambahkan garam secukupnya kalau kurang asin dan jika ingin lebih sedap tambahkan bawang goreng. Kalau seperti opor, kita harus menambahkan santan sendiri ya. Di kemasan Bamboe juga ada resepnya kok, jadi mudah sekali. Dan sesuaikan Bamboe yang kita beli dengan takaran masakan yang ingin kita masak. Kalau mau masak agak banyak ya Bamboenya juga lebih dari satu bungkus lah. Selanjutnya saya ingin mencoba Bamboe kare, rendang, soto daging dan balado. Aih membayangkannya saja, jadi excited! Masak jadi kelihatan gampang kan.. Tapi saya tidak mau dikasih embel-embel bisa masak karena pakai bumbu instan. Big no!
Sekian, semoga tulisan saya bermanfaat. Intinya saya baru belajar masak pas sudah mau mendekati pernikahan dan benar-benar baru bisa masak seiring dengan berjalannya waktu saat saya sudah menikah! Jangan minder buat yang belum bisa memasak, asal ada kemauan untuk belajar pasti bisa. Masak itu bisa karena biasa dan karena tuntutan harus 'makani' suami (hehe).
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh