Rabu, September 28

Jadi Cinta Masak!

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

   Bagi teman-teman yang kurang bisa atau belum bisa masak (terutama para wanita), janganlah berkecil hati. Saya ingin berbagi cerita, terus terang dulu saya sama sekali tidak bisa masak. Urusan dapur semua dihandle oleh mama. Mau ikutan gimana, susah. Lha wong ratu di rumah ya mama dan tidak bisa ada lebih dari satu ratu di rumah. Otomatis di dapur yang berkuasa ya si ratu (buat lelaki mungkin kalau baca ini kurang mengerti maksudnya, ya ini memang antara wanita saja). Mama jagonya masak. Saya dulu melihat mama, wah banget deh pokoknya soalnya waktu itu saya belum bisa masak. Paling cuma bisa menggoreng telur, tahu, tempe dan memasak nasi/mie goreng. Sayur-sayuran saja belum bisa masaknya. Semua berubah sampai mendekati pernikahan saya.

   Jadi ceritanya nih saya baru lulus kuliah tahun lalu, tepatnya bulan September 2015. Saya lulusan D3 di perguruan tinggi negeri khusus program vodkasi (diploma) di kota Malang. Alhamdulillah bulan depannya yakni Oktober, saya langsung dikithbah oleh seorang lelaki yang kini menjadi pacar halal saya. Secara alami perasaan ingin bisa memasak itu ada dengan sendirinya, padahal sebelumnya tidak ada sama sekali ketertarikan untuk memasak. Sekalipun diajari, hanya masuk ke telinga satu dan keluar lewat telinga satunya. Tapi setelah dikithbah, perasaan ingin bisa memasak dan menyuguhkan masakan terenak untuk suami itu kian memanggil!

   Akhirnya saya berguru ke siapa lagi kalau bukan mama sendiri. Saya mencatat resep-resep masakan sehari-hari, seperti sayur-sayuran (sop, sayur bayam, sayur asem dll), lauk-laukan (dadar jagung, teri nasi goreng dll). Semua dimulai dari yang paling gampang, ya karena saya betul-betul tidak bisa memasak. Sayapun tidak pernah belanja di pasar atau 'wlijo' (tukang sayur), sehingga saya tidak tahu berapa harga sayur-sayuran, ikan/daging serta bumbu-bumbu masakan. Saya juga tidak tahu berapa takaran jika ingin membeli sesuatu (kiloan/ons/dsb). Contohnya jika ingin membeli wortel, minimal bolehnya beli berapa, ternyata 1/4 kg bisa. Sebelumnyapun saya tidak tahu mana yang laos, jahe, kunci, kunyit dan kencur. Betul-betul belajar dari nol! Alhamdulillah ada mama yang jago memasak. Jadi saya tidak malu bertanya kalau sama mama sendiri. Beruntunglah para wanita lajang yang sudah bisa memasak sebelum menikah. Kata mama, "Nanti ya bisa-bisa sendiri". Saya percaya kalimat itu. Bisa karena biasa. Saya hanya mencatat bahan-bahan dan langkah-langkah memasak sambil saya bayangkan di imajinasi saya. Saya jarang ikut praktek langsung, masih malas waktu itu. Saya pikir, ah pokoknya gampang lah yang penting sudah tahu bahan dan cara memasaknya.

   Waktu walimatul ursy, bu Y (teman kajian yang mengkafani jenazah Ubay di cerita IUFD 3) bercerita, dulu awal-awal menikah suaminya selalu membanggakan masakan ibunya tapi lama-lama dia menjagokan masakan istrinya karena lidahnya sudah biasa dengan masakan istrinya. Itu benar. Awal-awal suami sering menyuruh saya berguru ke papanya karena papanya jago memasak, saya bilang kalau saya sudah berguru ke mama dan itu sudah cukup kok. Sekarang eh dia selalu bilang kalau masakan saya terbaik. Senin pagi dimasakin nasi goreng sama telur dadar, bilangnya terbaik. Siang dan malamnya dimasakin sayur asem dan oseng tahu tempe juga bilang terbaik. Selasa pagi dimasakin sayur sop dan tahu goreng juga bilang terbaik. Siang dan malamnya dimasakin semur ayam juga bilang terbaik. Alhamdulillah. Meskipun ada saat-saat dimana saya sendiri merasakan kalau masakan saya kurang sedap tapi suami masih dengan lahapnya menghabiskan makanannya (apa karena takut diomelin ya? (hehe), dia bilang kalau dia akan tetap memakan masakan saya karena saya sudah bersusah payah memasak. Ah terimakasih mas suami!

   Intinya dalam memasak itu bumbu yang dipakai ya itu-itu saja, bawang putih, bawang merah, garam dan merica. Selebihnya disesuaikan dari apa yang mau kita masak. Kalau sudah dua, tiga kali memasak masakan yang sama nanti akan hafal dengan sendirinya untuk bahan dan langkah-langkah memasaknya. Jangan lupa cicipin dulu masakan kita, entah mungkin kurang asin atau manis. Atau kalau kita kurang yakin, minta tolong orang di sekitar untuk mencicipi karena bisa jadi menurut kita sudah pas tapi menurut orang lain masih kurang asin. Dari seringnya jam terbang kita dalam memasak, keahlian itu terasah dengan sendirinya. Kalau lama tidak memasak bisa lupa juga lho. Hal yang membuat para koki atau ibu-ibu senang saat melihat orang lain memakan masakannya, apalagi dengan lahap, apalagi kalau dihabiskan, apalagi kalau tambah (embuh). Rasanya seperti kita berguna buat orang lain. Membuat orang lain kenyang rasanya seperti sudah membuat orang itu senang. Kitapun ikut senang. Saya kadang malas makan masakan saya sendiri, meskipun kata orang lain enak banget. Melihat orang lain makan masakan saya saja, saya sudah merasa kenyang. Mama juga berkata demikian. Apakah koki-koki/ibu-ibu yang lain juga merasakan hal yang sama?

   Ada satu lagi nih yang bikin saya tambah demen masak. Bumbu Bamboe! Tidak apa lah saya menyebut merk di sini. Jadi saya sering menggunakan bumbu Bamboe. Mama setiap kali masak rawon selalu menggunakan bumbu Bamboe rawon karena keluwek atau yang bikin kuahnya hitam pekat itu sulit dicari. Praktis pula. Kan tidak usah ngulek-ngulek bumbunya lagi. Saya jadi ikutan pakai Bamboe, awalnya juga Bamboe rawon, lalu ingin mencoba yang lainnya. Dan kenapa Bamboe, karena Bamboe adalah bumbu-bumbu alami yang dihaluskan TANPA tambahan pengawet atau penyedap. Kalau tidak percaya, lihat saja di komposisinya. Kalau merk lain, saya tidak jamin. Jadi bukan penyedapnya yang dicari, tapi cepatnya! Ya, saya tidak biasa memakai vetsin/penyedap tambahan. Jadi saya memakai bumbu Bamboe karena cari cepatnya, biar tidak usah mengupas-ngupas, memotong dan ngulek-ngulek karena bumbu Bamboe sama saja dengan bumbu alami biasanya, cuma sudah dihaluskan. Bamboe ini jika dibuka bungkusnya, di dalam akan ada bungkusnya lagi (ini bungkus yang sebenarnya). Bumbunya berupa bumbu halus yang sudah dimasak gitu (sepertinya), soalnya berminyak. Kalau bumbu lain kan berupa bubuk, tidak dengan Bamboe. Banyak pilihan bumbu Bamboe, seperti bumbu soto ayam/daging, opor, kare, bali, rendang, gulai, balado, asam manis dll. Warna bungkusnya putih tapi ada varian baru yang kemasan export, bungkusnya lebih bagus dan lebih mahal (menang gambar aja sih, isinya sama). Bumbu Bamboe ini sudah diekspor ke luar negeri lho. Kemasan putih ada yang besar dan kecil, yang besar harganya sekitar 4 ribuan, yang kecil sekitar 2500an. Kalau kemasan export harganya sekitar 6 ribuan. Sejauh ini saya sudah mencoba Bamboe rawon, opor, semur dan bali. Suami sangat suka! Yang terrrrbuaik (kata suami) yakni opor ayam saya yang menggunakan bumbu Bamboe. Tentu saja menggunakan ayam kampung. Saya 'gilo' kalau masakan ayam yang direbus-rebus kalau menggunakan ayam potong, wajib ayam kampung. Memang lebih mahal tapi ayamnya jelas tanpa suntikan. Baru kalau digoreng, tak apalah ayam potong tapi harus direbus dulu agar lemaknya terangkat dan air rebusannya dibuang. Menggunakan bumbu Bamboe ini mudah kok, tinggal tumis sebentar lalu tambahkan air matang/panas, masukkan bahan utama (daging/tahu/tempe/telur, tergantung apa yang mau kita masak), tambahkan garam secukupnya kalau kurang asin dan jika ingin lebih sedap tambahkan bawang goreng. Kalau seperti opor, kita harus menambahkan santan sendiri ya. Di kemasan Bamboe juga ada resepnya kok, jadi mudah sekali. Dan sesuaikan Bamboe yang kita beli dengan takaran masakan yang ingin kita masak. Kalau mau masak agak banyak ya Bamboenya juga lebih dari satu bungkus lah. Selanjutnya saya ingin mencoba Bamboe kare, rendang, soto daging dan balado. Aih membayangkannya saja, jadi excited! Masak jadi kelihatan gampang kan.. Tapi saya tidak mau dikasih embel-embel bisa masak karena pakai bumbu instan. Big no!

   Sekian, semoga tulisan saya bermanfaat. Intinya saya baru belajar masak pas sudah mau mendekati pernikahan dan benar-benar baru bisa masak seiring dengan berjalannya waktu saat saya sudah menikah! Jangan minder buat yang belum bisa memasak, asal ada kemauan untuk belajar pasti bisa. Masak itu bisa karena biasa dan karena tuntutan harus 'makani' suami (hehe).

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Senin, September 26

IUFD (3)

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

   Intra Uterine Fetal Death (IUFD) atau janin meninggal di dalam kandungan, begitu vonis dokter. Dokter waktu itu belum bisa memastikan penyebab meninggalnya anak saya dan kapan tepatnya anak saya meninggal di dalam kandungan. Sebelumnya saya tidak pernah merasakan ada keluhan atau gangguan di perut yang begitu serius, pun tidak pernah keluar darah dari jalan lahir. Semua berjalan normal sehingga tidak ada rasa curiga sedikitpun. Jadi memang waktu itu karena sudah waktunya kontrol meskipun telat, makanya saya ke dokter. Mungkin kalau saya tidak ke dokter waktu itu, saya tidak akan tahu kalau janin yang selalu saya bawa ke mana-mana di dalam perut saya ini sudah tidak bernyawa, qodarullah. Dokter hanya mengatakan bisa jadi janin meninggal di dalam kandungan karena terlilit tali pusatnya atau tali pusatnya terpilin. Ini adalah dua hal yang berbeda. Kalau terlilit tali pusatnya, tali pusat janin (yang panjang itu) melingkar/mengalung di tubuh/kepala janin, sedangkan kalau tali pusat yang terpilin ialah tali pusat yang mbulet seperti terkepang, ada yang sampai menyimpul. Tali pusat ini sangatlah penting bagi janin karena ia mendapatkan suplai oksigen dan nutrisi dari ibunya melalui tali pusat itu. Penyebab dan berapa lama anak saya meninggal di dalam kandungan baru bisa diketahui kalau anak saya sudah dilahirkan nanti. Dokter berkata, "Ini harus segera dilahirkan ya, bu". Dokter memberi surat rujukan ke Rumah Sakit Umum (RSU). Saya bertanya apa tidak bisa di rumah sakit swasta A saja, karena dari dulu saya ingin melahirkan di sana dan saya kurang suka pelayanan di rumah sakit umum itu. Dokter berkata sebaiknya di RSU saja karena untuk kasus seperti saya (IUFD), penanganannya lebih baik di sana, akan ada banyak ahli yang menangani. Saya pun mengiyakan. Lalu saya bertanya apakah nanti saya akan dikuret, kata dokter tidak tapi dilahirkan biasa. Saya belum mengerti, lalu saya bertanya lagi apakah akan dioperasi, kata dokter tidak tapi diusahakan dilahirkan secara normal dengan dirangsang (diinduksi), sama seperti orang hamil yang sudah waktunya melahirkan tapi bayinya belum keluar-keluar. Karena hari itu hari Sabtu, mau dirujuk besoknya pun tidak ada dokter jaga di RSU karena hari Ahad. Akhirnya dokter memberi rujukan besok lusanya yakni hari Senin.

   Biasanya sampai rumah saya langsung menceritakan hasil pemeriksaan kandungan tadi dengan ceria tapi kali ini tidak. Saya tidak mau orang rumah tahu dulu, saya belum siap. Saya langsung masuk kamar. Astaghfirullah.. Sungguh berat rasanya. Suami terus menenangkan saya. Waktu itu saya hanya berpikir tentang perasaan saya sendiri, saya lupa kalau suami pun pasti juga sangat sedih. Besoknya setelah saya dan suami sepakat, suami bercerita kepada orang tua saya. Saat itu saya hanya diam, saya tidak kuasa untuk berbicara. "Innalillahi wa inna ilaihi raji'un", kata papa. Suami bercerita panjang lebar. Papa langsung menelepon ustad dan teman untuk menanyakan dan meminta tolong tentang pengurusan jenazah yang masih janin. Malamnya, saya mempersiapkan baju dan perlengkapan lainnya untuk ke RSU.

   Senin pagi, saya dan suami berangkat ke RSU. Saya masuk UGD terlebih dulu, diinfus. Untuk memastikan yang terakhir kali, perut saya diperiksa menggunakan alat pendeteksi detak jantung (fetal doppler) dan tidak ada suara. Waktu itu menunjukkan jam 2 siang, saya diberi obat induksi, satunya diminum dan satu lagi dimasukkan ke jalan lahir. 6 jam kemudian akan diobservasi kembali, apakah ada reaksi atau tidak. Jika belum ada, maka akan diberi obat lagi. Kemudian saya dipindahkan ke kamar bersalin. Tekanan darah saya diukur dan hasilnya tinggi, padahal biasanya tekanan darah saya rendah. Mungkin karena stres atau takut. Saya deg-degan bagaimana nanti jadinya, karena ini persalinan pertama saya. Tapi apapun insya Allah saya siap demi anak saya.

   Waktu maghrib, badan saya menggigil, demam dan pusing. Saya diberi obat demam. Suster bilang, seharusnya jam 8 waktu observasi tapi akan diundur menunggu demam saya sembuh dulu karena takut terjadi infeksi jika masih demam. Alhamdulillah suhu badan saya mulai stabil. Jam 10 malam pembukaan satu. Rasanya sungguh sakit. Mulas tidak karuan. Dibuat tidur tidak enak, dudukpun tidak enak. Suster menyuruh untuk tidur miring ke kiri supaya lebih sakit, jika semakin sakit maka akan semakin cepat prosesnya. Rasanya seperti dilep saat haid tapi lebih parah dan tidak hilang-hilang. Sungguh saya baru merasakan bagaimana perjuangan seorang ibu. Sangat luar biasa! Pun rasanya seperti mau BAB. Di awal sudah dijelaskan kalau nanti akan mulas dan seperti mau BAB tapi tidak boleh dikeluarkan/mengejan. Jam 2 pagi dicek lagi, sudah pembukaan kedua. Lalu sekitar jam setengah 4 pagi rasa sakit itu semakin kuat, rasanya luar biasa sakit di area panggul. Saya buat duduk tetap sakit, Lalu saya sudah tidak kuat lagi menahan, saya minta tolong suami untuk memanggilkan suster. Perasaan saya berkata saat itu sudah waktunya keluar dan benar saja, otomatis saya berposisi layaknya orang melahirkan, lalu anak saya pelan-pelan keluar dengan sendirinya tanpa saya mengejan. Mungkin karena masih kecil jadi tidak perlu mengejan. Dokter yang menangani saya pun belum datang karena memang ini lebih cepat dari yang diperkirakan, saat itu saya belum pembukaan sempurna, masih pembukaan 2, sehingga saya hanya ditangani oleh 3 orang suster. Alhamdulillah, tepat jam 4.05 di hari Selasa 13 Dzulqo'dah 1437 H/16 Agustus 2016 M anak saya lahir. Saat itu rasanya lega. Saya menengok melihat anak saya di depan kaki saya sebentar, lalu saya tidur lagi, lemas. Dia masih berada di dalam air ketuban yang masih utuh. Terlihat tali pusat yang di dekat udelnya terpilin. Kata suster, anak saya meninggal antara 3-6 hari yang lalu, dilihat dari air ketuban yang mulai menghitam/keruh. Kalau 1-2 hari yang lalu meninggalnya, air ketubannya masih berwarna bening. Kemudian anak saya diambil dan dibersihkan.

   Jam 7 pagi, papa saya yang hari itu cuti dan datang ke RS untuk menjemput jenazah anak saya agar segera dimakamkan. Suster memberitahu kalau anak saya berjenis kelamin laki-laki dan memberikan surat keterangan pemeriksaan kematian dari RS. Suami memberi nama anak saya Muhammad Ubay. Jenazah anak saya yang dibalut kain jarik waktu itu digendong papa persis di depan saya. Hati saya bergetar. Sementara saya masih pemulihan, papa dan suami bergegas pulang. Tinggalah saya sendiri di kamar bersalin, menunggu mama datang dari rumah.

   Di rumah, teman kajian yang dimintai tolong sudah datang, pak X dan bu Y juga tetangga kanan kiri yang baru saja mendengar kabar tentang anak saya. Suami memandikan jenazah Ubay, dibantu pak X. Lalu bu Y yang sudah biasa mengurus jenazah mengkafani jenazah Ubay. Papa dan mama sama sekali tidak tega melihat anak saya sehingga tidak ikut membantu memandikan dan mengkafani. Lalu mereka pergi ke masjid Al Hidayah, tempat walimatul ursy saya dan suami dulu, untuk menyolati jenazah Ubay. Bayi yang meninggal sebernarnya tidak wajib disholati, hukumnya sunnah. Kemudian jenazah anak saya dimakamkan di pemakaman belakang masjid.

   Agak lama, mama datang dari rumah. Katanya jenazah Ubay sudah dimakamkan dan suami saya istirahat sebentar di rumah, kasihan dari kemarin siang menjaga dan mengurus saya selama di RS, tidur hanya sebentar-sebentar, pasti capek sekali. Mama menceritakan kronologi pengurusan jenazah anak saya. Tak lama kemudian suami datang, gantian mama pulang. Dokter menyuruh saya USG lagi untuk memastikan apakah rahim saya sudah benar-benar bersih dari sisa melahirkan. Kalau rahim tidak bersih bisa jadi penyakit di kemudian hari. Ternyata waktu itu rahim saya dinyatakan belum bersih sehingga dokter menyarankan untuk segera dikuret. Saya langsung lemas. Saya berpikir segala kepayahan saya waktu melahirkan sudah selesai, namun ternyata belum. Apalagi membayangkan kuretase, saya jadi takut lagi.

   Setelah saya dan suami berdiskusi, serta minta pendapat orang tua saya, kami memutuskan untuk tidak mau dikuret dengan alasan ingin mencoba periksa di dokter kandungan lain, siapa tahu hasilnya berbeda dan saya tidak perlu dikuret. Sore hari di hari itu juga saya langsung pulang dari RS, keadaan saya sudah membaik. Besok malamnya saya langsung periksa ke dokter kandungan tapi bukan dokter tempat saya periksa biasanya. Alhamdulillah kata dokter rahim saya sudah bersih cuma ada sisa sedikit sekali, tidak perlu dikuret, cukup minum obat agar sisa itu keluar dengan sendirinya. Tali pusat terpilin bisa jadi karena janin hiperaktif dan saya tidak bisa merasakan gerakannya bisa jadi karena air ketuban agak banyak atau memang gerakan janin yang masih halus jadi belum terasa. Jika ingin memiliki anak lagi harus menunggu 3 bulan kemudian.

   Di rumah saya menanyakan secara detail tentang Ubay kepada suami karena saya hanya sekali melihat anak saya, itupun sebentar dan saat dia masih berada di dalam air ketubannya sehingga tidak terlalu jelas. Saya pun tidak sempat menggendongnya di detik-detik saat jenazahnya mau dibawa pulang ke rumah. Suami yang memandikan jenazah Ubay tentu melihat betul-betul setiap bagian tubuh anak saya. Tubuhnya masih kecil, tidak lebih besar dari telapak tangan orang dewasa. Matanya masih tertutup, mulutnya mangap, tubuhnya masih berwarna kemerahmudaan. Ya Allah... Pertemukan aku dengan anakku Ubay kelak di surga firdausMu, surgaMu yang paling tinggi. Kumpulkanlah aku, suami, orang tua, anak-anak, keluarga dan orang-orang yang aku sayangi di surga firdausMu. Aamiin.

   Dari Abu Musa al-Asy’ari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila anak seorang hamba meninggal dunia, maka Allah bertanya kepada malaikat, ‘Apakah kalian mencabut nyawa anak hamba-Ku?‘ Mereka menjawab, ‘Ya’. Allah bertanya lagi, ‘Apakah kalian mencabut nyawa buah hatinya?‘ Mereka menjawab, ‘Ya’. Allah bertanya lagi, ‘Apa yang diucapkan hamba-Ku?‘ Malaikat menjawab, ‘Dia memuji-Mu dan mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raajiun‘. Kemudian Allah berfirman, ‘Bangunkan untuk hambaKu satu rumah di surga. Beri nama rumah itu dengan Baitul Hamdi (rumah pujian)‘.”

   Dalam riwayat lain.
Dikatakan kepada anak yang mati ini, ‘Masuklah ke dalam surga’. Kemudian si anak mengatakan, ‘Tidak, sampai orang tuaku masuk surga’. Kemudian disampaikan kepadanya, ‘Masuklah kalian ke dalam surga bersama orang tua kalian'.
Semoga cerita saya ini bermanfaat, dapat menambah pengetahun pembaca terutama para wanita tentang IUFD. Terimakasih sudah mau membaca blog saya.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

IUFD (2)

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Lanjut ya..

   Selama saya hamil, saya tidak bisa merasakan bagaimana gerakan janin dari dalam perut, seperti apa itu gerakan janin karena ini kehamilan pertama saya, saya belum ada pengalaman sebelumnya. Saya takut keliru mengira ada gerakan janin ternyata justru itu perut saya sendiri yang belum terisi. Atau memang saya kurang sensitif ya. Saya mengira semua baik-baik saja. Saya selalu berdoa saat sujud untuk keselamatan anak saya dan kemudahan persalinan saya nantinya. Nafsu makan saya juga sudah mulai membaik, tidak terlalu rewel lagi seperti sebelumnya. Saya pun mulai giat, entah akhir-akhir ini badan saya terasa enteng, tidak berat seperti biasanya sehingga saya lincah beraktivitas lagi. Saya berpikir mungkin karena usia kandungan saya sudah memasuki trimester kedua. Kata orang usia kandungan 5 bulan adalah masa nyaman-nyamannya sebagai bumil. Ya saya syukuri saja. Saya usahakan selalu berpositive- thinking.

   Saya baru periksa lagi tanggal 13 Agustus 2016. Telat 3 minggu dari jadwal. Saya dan suami berpikir semuanya baik-baik saja dan kami tidak mau terlalu tergantung dengan dokter. Maksudnya pemeriksaan kehamilan tidak harus sesuai dengan yang dijadwalkan dokternya, telat sedikit tidak apa lah. Saya terus berkhusnudzon. Waktu itu usia kandungan saya memasuki usia 21 minggu atau 5 bulan lebih seminggu. Waktu USG biasanya cepat, dokter langsung mengatakan "Itu ya bu, bayinya." Tapi waktu itu agak lama. Entah.. Saya terus berpikir semua baik-baik saja. Dokter terus menelusuri perut saya dengan alat USG, cukup lama, lama, sampai dokter berkata "Janinnya sudah gak ada,  bu."

   Bagai disambar gledek. Tak terasa wajah saya basah. "Innalillahi wa inna ilaihi raji'un", ucap suami saya yang duduk di belakang dokter. Saya terus memperhatikan monitor sambil terus menangis. Anak saya terpampang jelas di layar monitor tapi dia tidak bergerak sama sekali. Dia diam saja. Dokter menggoyang-goyang perut saya, tapi janin itu tetap diam. Padahal biasanya waktu USG dia aktif bergerak. Sekalipun diam, kalau perut saya digoyang sedikit saja dia akan bergerak lagi. Tapi ini berbeda. "Bu, ini tangannya ya bu. Saya goyang-goyang begini harusnya dia menarik tangannya. Tapi ini diam saja." kata dokter. Lalu terlihat deteksi detak jantung janin, sama sekali tidak ada. YA ALLAH........ "Bayi ibu meninggal di dalam kandungan", ucap sang dokter.

   Ya Allah, Engkau Maha Menghidupkan dan Mematikan segala sesuatu. Baru 21 minggu yang lalu Engkau menghidupkan makhluk hidup yang ukurannya sangat kecil sekali di rahimku. Dan sekarang Engkau telah mengambil nyawanya.

   Mulut saya terkunci tapi mata saya terus meneteskan air mata. Saya sangat shock, tentu saja. Bayangkan, anak yang ditunggu-tunggu kelahirannya, anak yang sangat saya cintai semenjak dia muncul dan tinggal di rahim saya, anak yang sering saya ajak ngobrol berharap dia mendengar dari dalam perut saya, dia anak pertama saya, sudah tiada.

Lanjut ke IUFD (3).. 

Wassamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Minggu, September 25

IUFD (1)

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

   Di kesempatan pertama menulis ini, saya akan membagikan pengalaman pertama saya sebagai ibu hamil sampai saya melahirkan kemarin. Tujuan saya sekedar berbagi pengalaman. Semoga bermanfaat.

   Alhamdulillah, setelah sebulan menikah saya dinyatakan positif hamil. Syukur yang sangat besar karena termasuk cepat. Saya menikah tanggal 4 Jumadil Ula 1437 H/13 Februari 2016 M, lalu haid terakhir tanggal 22 - 28 Maret 2016. Usia kehamilan dihitung dari Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT). Jadi kehamilan saya dihitung dari tanggal 22 Maret. Saya kontrol kehamilan di seorang dokter di Kota Probolinggo, dokter yang menangani ibu saya melahirkan dulu. Saya dan adik-adik saya dulu dilahirkan dibantu oleh beliau. Kini gantian saya yang menggunakan jasa beliau. Mungkin karena sugesti ibu, jadi saya ogah ke dokter lain, sudah cocok dengan dokter tersebut. Dokternya laki-laki, sudah agak tua, tidak banyak bicara, baru kalau pasiennya bertanya dokternya menjawab. Beliau non muslim. Nah sebenarnya hal ini pun telah diatur di agama tercinta kita, agama yang paling sempurna, satu-satunya agama yang diridhoi Allah Azza Wa Jalla, agama yang telah mengatur semua aspek kehidupan kita, salah satunya tentang bagaimana jika kita berobat. Jika berobat tetap didahulukan yang melakukan pengobatan pada pria adalah dari kalangan pria, begitu pula wanita dari sesama wanita. Jika aurat wanita dibuka, maka yang pertama didahulukan yang memeriksa adalah dokter wanita muslim, lalu kedua dokter wanita kafir, kemudian dokter laki-laki muslim dan terakhir dokter laki-laki kafir. Sedangkan saya langsung memilih dokter yang harusnya jadi pilihan terakhir, yang harusnya kalau tidak menemukan dokter wanita muslim, dokter wanita kafir dan dokter laki-laki muslim lagi baru memilih dokter laki-laki kafir sebagai dokter kandungan karena pastilah kalau periksa dilihat auratnya (minimal perut waktu USG). Karena kurangnya tawakal saya, astaghfirullah, saya jadi pakai alasan 'ya sregnya di dokter itu sih'. Saya pun sudah minta ijin suami untuk periksa ke dokter tersebut dan suami mengijinkan. Jadi kami yang tinggal di Surabaya akhirnya sering pulang ke Probolinggo (rumah orang tua saya) untuk periksa kehamilan.

   Awal-awal kehamilan saya disuruh kontrol tiap 2 minggu sekali, mungkin karena masih trimester pertama jadi masih rawan. Masya Allah waktu saya lihat layar USG, ada bunderan kecil di perut saya. Lalu saya disuruh tes toxoplasma dan hasilnya alhamdulillah negatif. Waktu itu saya merasakan betul perubahan di diri saya semenjak hamil, mual, tidak nafsu makan, badan jadi berat, malas ngapa-ngapain. Saya waktu itu kebanyakan tidur-tiduran saja. Mood juga luar biasa naik turun, luar biasa rewel. Kasihan sekali suami, saya minta tolong beliin ini itu karena saya sukanya jajan di luar, tidak mau makan nasi. Makanya berat badan saya jadi turun. Tapi kalau di rumah orang tua saya, saya jadi banyak makan. Mungkin gara-gara home sick kali ya. Dokter memberi saya vitamin, penguat kandungan dan obat untuk mual. Obat untuk mual jarang saya minum karena saya tidak suka tergantung pada obat, kalau tidak butuh sekali ya tidak usah. Di samping itu dari dulu saya sudah rutin minum habatussauda. Meskipun berat badan saya turun, dokter bilangnya semua normal karena hal itu wajar bagi bumil yang mual dan tidak nafsu makan.

   Tanggal 11 Juni 2016 saya kontrol ke dokter ditemani suami. Waktu itu usia kandungan saya 12 minggu/3 bulan. Masya Allah, waktu diUSG dia gerak-gerak seperti sedang berenang, ya memang betul seperti berenang karena dia berada di dalam air ketuban. Dia masih kecil sekali tapi bentuknya sudah menyerupai manusia pada umumnya. Berlinanglah air mata saya saat melihat anak saya di monitor. Luar biasa kuasa Allah. Bagaimana bisa rahim saya yang sebelumnya kosong, kini ada makhluk hidup lain yang hidup di rahim saya, jika itu bukan karena kuasa Allah. Allah yang Maha Menghidupkan segala sesuatu. Saat itu dokter menyuruh saya  kontrol lagi 2 minggu kemudian, tanggal 25 Juni 2016.

   Saya kembali kontrol tanggal 25 Juni 2016. Semuanya tetap berjalan normal, janin sehat. Tapi tidak ada hasil print USG karena saya tidak minta. Di dokter ini memang kalau pasien minta diprint baru diprintkan. Biaya jasa dokter 60 ribu dan hasil print USG nambah 10 ribu (kalau minta diprint). Di sini memang tarifnya paling murah dibandingkan dokter-dokter lain di Probolinggo. Untuk vitamin dan obat pasien menebus sendiri ke apotek terdekat. Dokter menyuruh periksa lagi bulan depan yakni tanggal 23 Juli 2016 karena sudah melewati masa rawan. Pemeriksaan berubah menjadi sebulan sekali.

Sekian, lanjut ke IUFD (2) ya..

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Say Hi!

Bismillaahhirrahmaannirrahiim

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

   Biasakan awali dengan salam dan jangan lupa dijawab ya, dijawab dengan lengkap juga.
Di antara keutamaan ucapan salam dalam Islam dan yang menunjukkan kesempurnaannya dibandingkan dengan salam umat lainnya, yaitu salam yang kita ucapkan telah menjadi pilihan dari Allah untuk salam di dunia dan salam bagi penghuni Darus Salam (penghuni surga). Ini karena baik dan sempurnanya ajaran Islam. Salam tersebut mengandung banyak kebaikan.
Assalamu ‘alaikum yang mengandung makna: selamat dari segala kejelekan.
Wa rahmatullahi yang mengandung makna: tercapainya kebaikan
Wa barakatuh yang mengandung makna: tetap dan langgengnya kebaikan. Sebagaimana makna dari barokah adalah kebaikan yang banyak dan terus menerus ada.
Demikian keterangan Ibnul Qayyim dalamBadai’ul Fawaid, dinukil dari Kunuz Riyadhis Sholihin, 11: 294.

Mari kita amalkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا. أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَىْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ
Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan pada kalian suatu amalan yang jika kalian melakukannya kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim no. 54)

   Halo semua, let me introduce myself. Nama saya Ummu Ubay, wanita. Saya sudah menikah, tepatnya 7 bulan yg lalu (4 Jumadil Ula 1437 H/13 Februari 2016 M) dengan seorang laki-laki bernama Abu Ubay, yang masya Allah sholeh (insya Allah) dan ahsan akhlaknya. Saat ini saya tinggal di ibukota provinsi Jawa Timur, yakni Surabaya. Kegiatan sehari-hari alhamdulillah sebagai ibu rumah tangga yang terus belajar agar menjadi lebih baik lagi. Saya suka menulis tapi dulu. Entah kenapa tambah dewasa kok tambah berkurang imajinasi dan jadi malas menulis. Berikut biodata lengkap saya:
Nama: Ummu Ubay
TTL: Probolinggo, 15 April 94
Usia: 22 th
Anak ke: Pertama dari: 3 bersaudara
Domisili: Surabaya
Status: Menikah
Pekerjaan: Ibu rumah tangga
Hobi: Memasak, berenang, menulis

   Sekian, itu saja perkenalan dari saya. Semoga ini awal yang baik untuk menyenangi dunia menulis (lagi), insya Allah tentunya tanpa melalaikan kewajiban saya sebagai istri dan ibu rumah tangga. Semoga tulisan saya yang sangat sedikit nanti dapat bermanfaat dan menginspirasi pembaca semua. Saya ucapkan terimakasih banyak karena mau menyempatkan waktu membaca blog saya. Saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk blog saya ini. ☺

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh